Skip to main content

Bahrain: Batalkan Vonis terkait Kebebasan Beragama

Penuntutan Pemerintah terhadap Organisasi Kebudayaan Melanggar Kewajiban Kebebasan Berbicara

Bendera Bahrain di Sakhir, 2 Maret 2023. © 2023 Jakub Porzycki/NurPhoto via AP Photo

Pekan lalu, Jalal al-Qassab (60 tahun) dan Redha Rajab (67) mengajukan banding ketiga sekaligus terakhir mereka terhadap vonis yang dijatuhkan karena “menghina” keyakinan Islam. Pada Maret lalu mereka dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda.

Kedua pria tersebut adalah anggota Al Tajdeed, sebuah perkumpulan kebudayaan dan sosial Bahrain yang terdaftar di negara tersebut sejak tahun 2002. Organisasi tersebut punya mandat untuk mempromosikan diskusi terbuka tentang agama dan yurisprudensi Islam. Para mantan anggota dan beberapa orang lainnya mengatakan kepada HRW bahwa kelompok itu menjalankan praktik-praktik yang semena-mena.

Pada Februari lalu, kantor Kejaksaan, mengutip pengaduan dari Direktorat Kejahatan Siber Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pembangunan Sosial, mengajukan tuntutan pidana terhadap kedua anggota Al Tajdeed tersebut, dengan tuduhan bahwa komentar al-Qassab di  YouTube soal berbagai ayat Al-Qur'an bertentangan dengan “keputusan-keputusan otoritatif mengenai kekuasaan Allah” dan “menghina simbol serta tokoh yang dihormati dalam sebuah komunitas keagamaan.”

Pada Mei lalu, Pengadilan Tinggi Pidana yang menangani proses banding menguatkan putusan pengadilan yang lebih rendah terhadap al-Qassab dan Rajab. “Kami berdiri di sini untuk membela firman Tuhan,” kata Zahra Murad, wakil kepala penuntutan kejahatan siber, kepada Pengadilan Tinggi tersebut. Setelah keputusan tersebut, pihak berwenang segera memindahkan keduanya ke Penjara Jau untuk menjalani masa hukuman.

Kedua pria itu dihukum karena melanggar kitab hukum pidana Bahrain pasal 309, yang menghukum “barang siapa yang dengan cara apa pun menyinggung salah satu sekte agama yang diakui atau mengolok-olok ritual mereka,” dan pasal 310, yang melarang “penghinaan di depan umum” terhadap figur atau simbol agama dan “mengejek” ajaran sekte.

Tindakan pengadilan dan kitab hukum pidana Bahrain, bertentangan dengan hukum hak asasi manusia internasional, yang melindungi hak atas kebebasan berkeyakinan dan berekspresi. Pasal 18 dan 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjamin hak atas kebebasan berkeyakinan dan kebebasan berekspresi. Bahrain meratifikasi ICCPR pada tahun 2006.

Meski pasal 22 konstitusi Bahrain menyatakan bahwa “kebebasan hati nurani adalah mutlak,” pasal 23 konstitusi mengakui hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi “sejauh tidak melanggar dasar-dasar doktrin Islam, mengganggu persatuan nasional, atau menyebabkan perpecahan atau sektarianisme.”

Bahrain seharusnya menjunjung tinggi kewajiban perjanjian internasionalnya dengan mengakhiri persekusi terhadap individu yang ingin menggunakan hak mereka atas kebebasan beragama dan berekspresi. Bahrain semestinya membatalkan hukuman ini dan hukuman lain berbasis ekspresi lainnya, serta merevisi pasal-pasal kitab hukum pidananya yang jelas-jelas melanggar ICCPR.

Your tax deductible gift can help stop human rights violations and save lives around the world.